Cari Pendanaan Jangka Pendek, Semen Indonesia Rilis Obligasi Rp8 Triliun

Cari Pendanaan Jangka Pendek, Semen Indonesia Rilis Obligasi Rp8 Triliun

Rabu 26 April 2017By admin

JKARTA – Ramaikan pasar obligasi dalam negeri, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) berencana menerbitkan surat utang atau obligasi dengan mekanisme penawaran umum berkelanjutan (PUB) sebesar Rp8 triliun pada 2017. “Kita ingin ada 'mixed funding' dari penerbitan obligasi untuk pendanaan jangka panjang,”kata Direktur Keuangan Semen Indonesia, Darmawan Junaidi di Jakarta.

Selama ini, perseroan meraih sumber pembiayaan pengembangan bisnis cenderung berasal dari pinjaman perbankan dan kedepan akan memanfaatkan instrumen pembiayaan pasar modal dengan menerbitkan obligasi. Disebutkan, untuk penerbitan obligasi tahap pertama sebesar Rp3 triliun pada semester pertama 2017.

Perseroan, kata Darmawan, telah menunjuk tiga perusahaan sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi (underwriter), yakni Bahana Sekuritas, Danareksa Sekuritas dan Mandiri Sekuritas. Terkait bisnis perseroan, Darmawan Junaidi menuturkan, peluang bisnis perseroan terbuka lebar. Dirinya optimistis setelah 2018, terutama setelah proyek infrastruktur selesai bakal muncul multiplier efek dari hasil pembangunan.

Sementara itu, Direktur Utama Semen Indonesia, Rizkan Chandra mengatakan bahwa strategi perseroan tahun ini adalah mempertahankan bisnis domestik, ekspansi regional dan ekspansi industri hilir. Untuk ekspansi luar negeri, lanjut dia, perseroan akan melakukan pengembangan anorganik dengan mencari perusahaan semen regional yang "supply chain"-nya dapat diintegrasi.

Sementara itu, hasil rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Semen Indonesia Tbk disepakati untuk membagikan dividen sebesar Rp1,8 triliun, atau 40% dari laba bersih tahun lalu. Nilai total dividen setara dengan Rp304,92 per saham. RUPST juga sepakat mengangkat Komisaris Utama baru, yakni Sutiyoso.

Kemudian soal polemik penolakan warga atas pembangunan pabrik semen di Rembang, kata Rizkan Chandra, hal tersebut tidak akan membuat operasional pabrik itu terhenti sepenuhnya. “Kami yakin, semester I tahun ini bisa beroperasi," ujarnya.

Memang, polemik itu membuat peluang SMGR untuk menambah sumber pemasukannya menjadi tertunda. Apalagi, hingga saat ini perseroan masih menunggu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Hasil kajian itu bakal menentukan nasib pabrik rembang. Tapi, di sisi lain, manajemen menjamin tidak akan ada kerugian finansial yang muncul.

Dirinya mengacu pada Peraturan Menteri ESDM tahun 2014. Dalam aturan itu disebutkan, lokasi Pabrik Rembang tidak berada di atas sungai atau mata air. Rembang juga bukan merupakan wilayah bentang alam kars yang selama ini juga menjadi salah satu isu dalam protes sejumlah pihak.

Rizkan menambahkan, sejatinya polemik yang terjadi selama ini juga kesalahan persepsi. Pabrik Rembang tidak berada di Pegunungan Kendeng seperti yang selama ini menjadi isu. Berdasarkan surat Kementerian ESDM, pabrik itu justru masuk ke wilayah Rembang bagian utara. Jika digambarkan dalam peta, Rembang berada di bagian paling utara Pulau Jawa. Wilayah itu segaris lurus dengan Pulau Madura yang juga menjadi portofolio SMGR nanti.

(mrt)

Berita Lainnya

Top